Penulis: Dr Adis Imam Munandar
Ketika kompas belum terpasang, kapal memang bisa berlayar, tetapi arah mudah dikuasai angin dan arus. Begitu pula Makan Bergizi Gratis (MBG). Tanpa kejelasan Dewan Pengarah, program sebesar ini rawan kehilangan orientasi, apalagi di tengah gelombang kepentingan yang saling berkelindan.
Arah Besar yang Masih Samar
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 telah menata arsitektur kelembagaan gizi nasional, termasuk menempatkan Dewan Pengarah sebagai penjaga arah dan keseimbangan. Namun publik belum melihat kejelasan penetapan dan kerja terbuka dari unsur pengarah ini. Sementara pelaksana bergerak cepat di lapangan, ruang vakum pada fungsi pengarah mudah dibaca sebagai celah koordinasi, celah akuntabilitas, dan celah kehati-hatian. Di titik inilah tatakelola yang prudent, yang seharusnya menjadi pagar pertama, tampak belum sepenuhnya berdiri kokoh.
Power, Interest, dan Godaan Konflik
Teori manajemen pemangku kepentingan, khususnya matriks kekuatan dan kepentingan, mengajarkan bahwa aktor dengan kekuatan tinggi dan kepentingan tinggi harus dikelola secara intensif. Dalam konteks MBG, Presiden, Dewan Pengarah, pimpinan badan pelaksana, kementerian sektor kesehatan, pendidikan, dan pengawasan pangan berada di kuadran ini. Ketika Dewan Pengarah tidak hadir secara tegas, pusat keputusan bergeser ke pelaksana harian, yang secara wajar fokus pada target jangka pendek. Di sinilah godaan konflik kepentingan menguat, misalnya antara kecepatan realisasi dan ketatnya standar keselamatan pangan, antara ekspansi cakupan dan ketahanan rantai pasok.
Aktor dengan kekuatan tinggi tetapi kepentingan operasional yang lebih rendah, seperti kementerian fiskal dan urusan pemerintahan daerah, memegang kunci sinkronisasi anggaran dan pembinaan daerah. Tanpa pengarah yang kredibel, koordinasi berpotensi tumbuh sporadis, bukan sistemik. Di hilir, pihak dengan kepentingan tinggi tetapi kekuatan relatif lebih rendah, seperti pemerintah daerah, sekolah, puskesmas, pelaku usaha kecil penyedia katering, ahli gizi, orang tua, dan siswa, sering kali hanya menjadi penerima kebijakan. Mereka memerlukan kanal aspirasi yang didengar dan disaring secara bukti. Peran itulah yang, idealnya, dijalankan Dewan Pengarah.
Mengapa Pengarah Mendesak, Bukan Seremonial
Dewan Pengarah bukan sekadar tambahan struktur. Ia adalah mekanisme penyeimbang yang memagari keputusan strategis dari tarikan kepentingan jangka pendek, sekaligus menambatkan program pada standar ilmiah dan akuntabilitas publik. Pada program lintas sektor seperti MBG, pengarah yang hadir dan bekerja akan memastikan beberapa hal mendasar. Pertama, standar gizi dan protokol keamanan pangan tidak bisa berubah mengikuti ritme politik, melainkan mengikuti bukti ilmiah dan evaluasi risiko. Kedua, desain pengadaan, logistik, dan pengawasan tidak tertutup, melainkan transparan dan dapat diaudit. Ketiga, setiap insiden menjadi pelajaran kebijakan, bukan sekadar polemik yang berputar di ruang publik.
Tanpa pengarah, ruang abu-abu itu melebar. Keputusan strategis mudah dibenarkan sebagai tuntutan percepatan, padahal yang dibutuhkan adalah keseimbangan antara kecepatan dan kehati-hatian. Publik berhak atas kepastian bahwa makanan yang disajikan anak-anak aman, bergizi, dan ditopang rantai pasok yang tahan uji, bukan hanya angka capaian yang impresif di laporan.
Menjahit Prudent Governance di Dapur Kebijakan
Kehadiran Dewan Pengarah yang berwibawa harus ditandai oleh tiga hal. Pertama, komposisi yang seimbang, yang menghadirkan figur kenegaraan, ilmuwan gizi dan kesehatan masyarakat, ahli tatakelola publik, serta unsur independen yang bebas dari afiliasi bisnis terkait pengadaan. Kode etik dan pengungkapan benturan kepentingan perlu menjadi prasyarat, bukan pelengkap.
Kedua, agenda kerja yang jelas. Pengarah perlu menetapkan ambang risiko yang dapat diterima, menguji rancangan menu dan pemasok dengan metodologi yang terukur, serta memastikan investigasi setiap insiden berlangsung transparan, berpihak pada keselamatan publik, dan diikuti tindakan korektif yang bernilai perbaikan sistemik. Di sinilah kehati-hatian mendapatkan wajah operasional, bukan sekadar jargon.
Ketiga, akuntabilitas yang bisa diperiksa. Laporan berkala yang memuat indikator kinerja utama, kepatuhan keamanan pangan, temuan audit, dan progres perbaikan perlu dibuka ke publik. Dasbor keterbukaan yang rapi akan menurunkan suhu kecurigaan, sekaligus menjadi ruang belajar kebijakan bagi semua pihak, dari pusat hingga sekolah di pelosok.
Menutup Celah, Menjaga Kepercayaan
Makan Bergizi Gratis adalah janji negara pada masa depan warganya yang termuda. Janji itu tidak cukup ditopang semangat baik pelaksana, ia memerlukan kompas yang memastikan arah, ritme, dan keseimbangan. Dewan Pengarah adalah kompas itu. Ketika ia hadir dengan kewenangan yang dipakai, integritas yang terjaga, dan transparansi yang konsisten, maka program tidak hanya berjalan, program bertumbuh dewasa. Sebaliknya, bila kompas dibiarkan absen, kebijakan mudah oleng oleh badai isu, sementara kepercayaan publik tergerus sedikit demi sedikit.
Saatnya menutup celah ini. Tetapkan, umumkan, dan fungsikan Dewan Pengarah dengan mandat yang jelas. Biarkan kompas bekerja, agar kapal besar bernama MBG berlayar tegak lurus pada tujuan, anak-anak Indonesia yang sehat, cerdas, dan terlindungi.