Direktorat Ketahanan Industri dan Iklim Usaha Kementerian Perindustrian menyelenggarakan sesi FGD bertema servitisasi industri pulp dan kertas di Jakarta pada 8 Oktober 2025, mengundang Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia sebagai narasumber tamu untuk berbagi konteks pasar. Fortasia Research yang diwakili Dr Adis Imam Munandar, memberikan pembahasan dengan fokus sederhana namun strategis, industri perlu naik kelas dari menjual produk menjadi menyediakan layanan bernilai tambah agar hubungan dengan pelanggan makin panjang, arus kas lebih stabil, dan posisi tawar meningkat. Tanggal dan lokasi pertemuan tercatat dalam materi yang disampaikan, menegaskan momentum dialog kebijakan dengan pelaku industri di ibu kota.
Dalam paparan ringkasnya, Dr Adis menekankan makna servitisasi sebagai pergeseran dari transaksi sekali pakai menuju layanan berbasis kinerja, yang di sektor pulp dan kertas berarti tidak sekadar mengirim gulungan kertas, melainkan menawarkan paket solusi yang hasilnya terukur, mulai efisiensi energi, pengelolaan limbah, daur ulang, hingga konsultasi kepatuhan keberlanjutan. Kerangka Product Service System yang diperkenalkan Fortasia memberi peta praktis bagi pabrikan, dari layanan dasar yang mudah diadopsi, naik ke kontrak berbasis hasil yang mengikat indikator kinerja sehingga pendapatan berulang dan loyalitas pelanggan meningkat.
Fortasia juga merangkum tiga tumpuan implementasi agar mudah dikerjakan pabrik. Dari sisi teknologi, pemodelan digital twin dan pengukuran circularity membantu menurunkan emisi serta biaya operasional. Dari sisi ekonomi, kontrak berbasis kinerja menciptakan arus pendapatan yang lebih stabil seiring pembuktian hasil di lapangan. Dari sisi aturan, penguatan standar menjadi akselerator, bukan beban, karena perusahaan dapat mengemas layanan audit dan pemenuhan standar sebagai bagian portofolio jasa mereka. Rujukan utamanya jelas, seri ISO 59000 untuk ekonomi sirkular, yang meliputi prinsip, panduan transisi model bisnis, dan cara mengukur circularity.
Penyesuaian regulasi nasional turut dibahas sebagai landasan daya saing. Materi APKI mencatat kewajiban SNI 8218:2024 untuk kertas dan karton sebagai bahan baku kemasan pangan yang mulai berlaku 24 Juli 2025, penguatan SNI kertas rokok, serta penahapan Jaminan Produk Halal, wajib mulai Oktober 2024 untuk kertas yang digunakan pada pangan, kemudian meluas ke produk turunan pada 2026. Di rantai pasok, Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian Plus memberi kerangka legalitas dan keberlanjutan dari hulu ke hilir yang bisa diposisikan sebagai layanan pendamping bagi pelanggan industri.
APKI yang hadir sebagai undangan melengkapi diskusi dengan gambaran pasar global dan tren permintaan, terutama dominasi kemasan. Data yang ditunjukkan memperlihatkan containerboard berkontribusi sekitar 45 persen dari produksi kertas dan paperboard dunia pada 2023, sejalan dengan melonjaknya kebutuhan kemasan berkualitas untuk e-commerce. Perspektif ini menguatkan tesis Fortasia bahwa nilai tambah tidak lagi bertumpu pada volume, tetapi pada layanan purna jual yang menjaga mutu, efisiensi, dan kepatuhan pelanggan di hilir.
Intinya, acara Kemenperin ini menandai arah baru, dari produk ke layanan, dari transaksi ke kemitraan. Fortasia yang diwakili oleh Dr Adis mengajak pelaku industri memulai dari langkah paling dekat dengan operasi pabrik, mengukur hasil, mengikatnya dalam kontrak berbasis kinerja, lalu memperluas portofolio layanan seiring bukti manfaat terkumpul. Dengan standar yang jelas, teknologi yang tepat, dan layanan yang terukur, industri pulp dan kertas Indonesia siap naik nilai tambah, dipercaya pasar domestik dan global.